Tradisi
Pemberian Kanaan dan Pemilihan
dalam
Kepercayaan Israel
Robi Prianto[1]
Abstract
Tradition
of awarding Canaan and elections in Israel confidence occur simultaneously.
When the Israelites were brought out of the land of Egypt to the land of
Canaan, at that time the people of Israel was born into humanity of God. Canaan
for the Israelites is a testament to the inclusion and the presence of a God
over them, so no matter the people of Israel kept the land claim and maintain
Canaan as their inheritance.Therefore Israelities were failed to become
humanity of God, so is God to give
status humanity of God to every body without to seeing is ethnic nation,
provided they to belive to Jesus Christ as God and savior.
Key Words: Tradition, awarding, elections, confidence
of Israel,
and savior.
1.
PENDAHULUAN
Status
kepemilikan tanah Kanaan sejak zaman Israel kuno selalu berganti-ganti, karena
tanah Kanaan sering kali dikuasai dan diperebutkan oleh banyak bangsa. Hal itu
terjadi karena lokasi tanah Kanaan yang subur dan strategis di daerah Timur
Tengah. Selain itu adanya nilai historis dan keyakinan yang kuat di dalam diri
bangsa-bangsa yang pernah menguasainya, sehingga menimbulkan konflik yang
berkepanjangan dan menyebabkan banyak korban jiwa yang berjatuhan. Bahkan
berulang kali Yerusalem yang menjadi pusat kegiatan di dalam kepercayaan Israel,
hancur porak poranda karena peperangan yang terjadi di antara bangsa-bangsa
yang mempertahankan dan memperebutkannya.
Dewasa
ini, tanah Kanaan yang ada di Palestina (Timur Tengah) menjadi perebutan antara
Negara Israel dan Palestina, kedua negara mengklaim bahwa tanah itu merupakan
milik mereka. Masing-masing tidak ada yang mau mengalah, sehingga terjadi
pertumpahan darah di antara kedua Negara tersebut yang merenggut banyak korban
jiwa. Selain itu, Yerusalem bahkan menjadi tempat suci dari tiga agama besar
yang ada di dunia ini (Yahudi, Islam dan Kristen). Permasalahan yang terjadi di
palestina merupakan masalah yang rumit, dan kompleks sehingga tidak mudah untuk
diselesaikan, karena masing-masing kelompok bertahan pada pandangannya sendiri.
Bahkan permasalahan atau konflik yang terjadi di Palestina terus menjadi topik yang
panas dan sensitif dibeberapa Negara.
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk menulis makalah
dengan judul “ Tradisi Pemberian Kanaan dan Pemilihan dalam Kepercayaan
Israel.”
Bertolak
dari Tradisi Pemberian Kanaan dan Pemilihan dalam kepercayaan Israel, maka ada
beberapa pertanyaan penting dalam kaitannya dengan kehidupan orang percaya.
Pertama, bagaimanakah peranan tanah kanaan bagi umat Israel? Kedua, apakah
makna pemberian Kanaan dan Pemilihan bagi umat Israel? Ketiga, adakah korelasi
antara pemberian Kanaan dan pemilihan dalam kepercayaan Israel dengan kehidupan
orang percaya?
2.
Tradisi
Pemberian Kanaan dan Pemilihan dalam Kepercayaan Israel
Kata
‘tradisi’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yaitu, suatu adat kebiasaan
yang dilakukan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam
masyarakat di setiap tempat atau suku-suku berbeda.[2]
Kata ‘pemberian’ berarti “sesuatu yang diberikan; hadiah, anugerah, karunia”[3],
sedangkan kata ‘pemilihan’ berarti “hal, cara, hasil, atau proses kerja memilih.”[4]
Jadi tradisi pemberian Kanaan dan pemilihan berarti suatu kebiasaan yang terus
dipegang dan diyakini oleh bangsa Israel secara turun-temurun mengenai
pemilihan yang dilakukan oleh Allah kepada bangsa Israel sebagai umat pilihan
Allah, dan pemberian tanah Kanaan sebagai milik kepunyaan mereka, dan semuanya
itu diberikan oleh Allah secara cuma-cuma sebagai suatu anugerah melalui suatu
proses yang panjang.
Tanah
Kanaan berada di lokasi yang strategis di antara peradaban-peradaban besar di
Timur Dekat. Di sebelah barat Kanaan berbatasan dengan Mesir. Di sebelah utara
berbatasan dengan Fenisia, dan Aram (Siria). Di sebelah timur berbatasan dengan
Asyur dan Babilonia. Keadaan yang demikian, telah menjadikan Kanaan sebagai
tempat yang banyak dilalui dan disinggahi banyak bangsa, sehingga ketika
terjadi peperangan negeri Kanaan tidak pernah aman. Sebab Kanaan dijadikan
sebagai jembatan atau perantara untuk menaklukan daerah-daerah Timur Dekat.[5]
Bentuk
kepercayaan dari orang-orang Kanaan adalah Politeisme yaitu, menyembah banyak
dewa.Orang-orang Kanaan memahami dan mempercayai bahwa kekuasaan para dewa
tidaklah mutlak, di mana di setiap tempat ada dewa penguasanya, dewa sesembahan
yang paling utama bagi orang-orang Kanaan adalah Baal. Orang-orang Kanaan
mempercayai, bahwa Baal akan melindungi dan memberi kesejahteraan hidup
bagimereka, sehingga tidak heran Baal oleh orang Kanaan diwujudkan dalam
berbagai bentuk seperti dewa cuaca, dewa perang, atau pun dewa kesuburan. Ketergantungan
orang-orang Kanaan terhadap Baal sangat tinggi, hal itu dapat terlihat dari
banyaknya patung-patung Baal yang mendominasi di dalam kuil-kuil orang Kanaan. Baal
akan melindungi dan memberikan kesejahteraan kepada mereka, jika mereka menjaga
keseimbangan atau kestabilan hukum-hukum yang ada.
Ketika
orang-orang Israel menaklukkan dan menguasai Kanaan, maka kepercayaan terhadap
Politeisme digantikan dengan Monoteisme, di mana hanya satu Allah yang disembah
yaitu Yahwe. Umat
Isarel mempercayai bahwa Allah itu tidak dibatasi oleh tempat dan waktu, karena
Allah bekerja dalam aktivitas dan misteri alam, serta memahami bahwa Allah juga
berada tinggi di atas dan jauh melampaui alam.[6]Proses
penaklukkan tersebut berlangsung cukup lama, dan di dalam prosesnya tidak semua
tanah Kanaan dikuasai oleh umat Israel.
Peranan Tanah Kanaan Bagi Israel
a.
Milik Umat Allah
Umat
Israel menyakini bahwa tanah Kanaan merupakan milik mereka yang diberikan oleh
Allah. Nabi Yeremia menggambarkan Kanaan itu sebagai tanah yang permai (Yer
3:19). Pandangan umat Israel tentang tanah Kanaan sebagai milik pribadi mereka,
merupakan pandangan yang keliru, karena sebenarnya Allah memberikan tanah
kanaan kepada umat Israel sebagai tempat kediaman bukan milik pribadi. Bahasa
Ibrani yang dipakai untuk menunjuk kepada milik pusaka adalah nahalah,
namun sebenarnya kurang tepat jika nahalah diartikan sebagai milik pusaka, yang
lebih tepatnya adalah diartikan sebagai tempat kediaman(Yos 22:4; Hak 7:8; 1
Sam 13:2).[7]Selain
itu ada juga kata-kata lain yang digunakan seperti, ‘ahuzzah, morasyah dan helekyang
semua artinya menunjuk kepada tempat kediaman.
Jadi,
pandangan mengenai tanah Kanaan sebagai milik pusaka umat Israel itu merupakan
suatu pandangan yang kurang tepat. Sebab jika demikian, maka rencana Allah atas
umat Israel terhenti atau sudah berakhir pada saat pemberian tanah itu
berlangsung.[8]
b.
Tanah Milik Allah
Berdasarkan tradisi
dari Nyanyian Laut Teberau (Kel 15:1-18), bukit Sion di tanah Kanaan sering
kali disebut sebagai gunung tempat kediaman Allah. Tradisi tersebut sangat
dijunjung tinggi oleh umat Israel, bahkan hingga saat ini. Di dalam kitab
Mazmur juga ada beberapa bagian yang menyebutkan Sion sebagai gunung Allah.[9]
Umat Israel
mempercayai dan meyakini bahwa tanah Kanaan adalah milik Allah, hal tersebut
didasarkan pada peranan Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta dengan
segala isinya, sehingga tanah Kanaan yang merupakan bagian dari alam semesta
ini merupakan milik Allah juga. Bagi umat Israel penyataan Allah melalui
firman-Nya di tanah Kanaan merupakan bukti kehadiran-Nya dan kepemilikan-Nya
atas tanah tersebut. Beberapa penyataan Allah di tanah Kanaan yang dijadikan
dasar oleh umat Israel sebagai bentuk kepemilikan atas tanah tersebut yaitu,
Allah menjanjikan kepada para bapa leluhur untuk memberikan tanah Kanaan kepada
mereka, dan tanah Kanaan dijadikan tempat penyataan Allah kepada mereka (Kej 12
– 15; 26; 28; 35). Seterusnya cerita-cerita dalam kitab Yosua yang membesarkan
peranan tabut perjanjian, ketika umat Israel sedang menyebragi sungai Yordan,
kemudian masuk ke Kanaan. Sebab pada awalnya tabut perjanjian berfungsi sebagai
simbol kehadiran Allah, sehingga pendudukan mereka atas tanah Kanaan bisa
berhasil karena adanya kehadiran Allah. Lalu ada penyataan Allah secara langsung
yang menegaskan bahwa tanah Kanaan adalah milik-Nya (Im 25:23).[10]
Kitab Yosua
menceritakan, bahwa Israel merupakan benih (keturunan) yang dijanjikan kepada
Abraham. Ketika mereka mulai melakukan penaklukkan atas Kanaan, jumlah umat
Israel semakin bertambah banyak, sebagaimana janji Allah kepada Abraham, dan
mereka mulai menetap di Kanaan, dengan membagi-bagi tanah itu terlebih dahulu
seperti yang Allah perintahkan kepada mereka. Dalam Kej 49:10, dikatakan
mengenai keturunan Abraham yang akan memerintah umat Israel berasal dari
keturunan Yehuda. Keturunan itu, akan menjadi alat Allah untuk mengokohkan
kenyataan bahwa Kanaan itu sebagai milik Israel dan akan mendatangkan berbagai
berkat bagi umat Isarel dan bagi dunia.[11]
Jadi, tanah Kanaan
telah dipilih oleh Allah secara khusus untuk menjadi milik-Nya, menyadi tempat
kediaman dan tempat kegiatan di tengah-tengah umat Israel. Hal itu berlaku juga
terhadap umat Israel yang mendiami tanah tersebut.
c.
Tanah yang Dijanjikan
Tanah Kanaan dalam
pandangan umat Israel merupakan pemberian dari janji Allah kepada mereka. Janji
tentang pemberian tanah Kanaan merupakan tema yang sangat menggema di dalam
Perjanjian lama. Alasannya adalah janji itu, sering kali diucapkan
berulang-ulang oleh Allah kepada para bapa leluhur (Kej 17:7-8; Kel 6:7). Janji
yang diucapkan oleh Allah tidak sama dengan janji yang diucapkan oleh manusia,
karena terkadang manusia sering kali berjanji tetapi tidak menepatinya, berbeda
dengan janji yang diucapkan oleh Allah yang tidak mungkin diingkari atau
diubah-Nya. Ketika Allah menjanjikan tanah Kanaan kepada umat Israel, pada saat
itu juga tanah Kanaan sudah diberikan, meskipun belum berwujud nyata dalam
pandangan manusia.
Janji Allah
mengenai tanah Kanaan tidak hanya untuk masa lalu saja, melainkan sampai
sekarang pun janji tersebut masih berlaku. Umat Israel diberkati oleh janji
tersebut, mendapatkan keyakinan dan pengharapan yang baru. Bukan hanya umat
Israel yang diberkati, melainkan tanah itu sendiri pun mendapatkan berkat
Allah. Janji Allah yang membuat tanah Kanaan menjadi sesuatu yang melebihi
keadaan alamiahnya. Tanah Kanaan berubah wajahnya, sehingga menjadi Kanaan yang
baru, di mana kasih dan kesetiaan bertemu, keadilan dan damai sejahtera
bercium-ciuman (Maz 85:11), sehingga umat Israel menggambarkan tanah Kanaan itu
sebagai negeri yang berlimpah dengan susu dan madu (Kel 3:8).[12]
Jadi, Allah
menjadikan tanah Kanaan sebagai pusat dan pangkalan utama dari rencana-Nya
dalam mendatangkan kerajaan-Nya di bumi ini. Umat Israel diberikan tanah Kanaan
oleh Allah dengan tujuan supaya mereka ambil bagian di dalam rencana Allah ini
yaitu, melalui ibadah, persekutuan dan kesaksian hidup mereka. Allah memakai
pembuangan sebagai instrumen pengutusan dan pemberkatan, supaya umat Israel
bisa menjadi saksi sampai ke ujung bumi, di tengah-tengah segala kaum dan
bangsa.
Dengan status
tanah Kanaan yang adalah milik umat Allah, tanah milik Allah dan tanah yang
dijanjikan, maka sangat penting bagi orang-orang Israel untuk mempertahankan
Kanaan sebagai milik pusakanya dan sebagai tempat kelahiran mereka. Konsep ini
terus dipegang dan diturun-temurunkan dari satu generasi ke generasi yang
lainnya. Hal tersebut sangat mempengaruhi kehidupan bangsa Israel dalam menilai
tanah kelahiran mereka. Ketika terjadi peperangan di daerah Palestina, bangsa
Israel dengan sekuat tenaga bahkan mereka rela mengorbankan dirinya sampai
tetes darah penghabisan, berjuang demi mempertahankan tanah Kanaan dari pihak
luar. Sebab tanah Kanaan itu merupakan pemberian dari Allah dan secara religi
tanah Kanaan adalah tanah yang kudus dan suci. Jadi, setiap orang dari bangsa
Israel dituntut untuk mempertahankan tanah tersebut dari serangan musuh-musuhnya,
meskipun harus melakukan peperangan. Sebab bagi orang Israel hal itu dianggap
sebagai perang suci, karena mereka membela dan mempertahankan kekudusan dan
kesucian tanah pemberian Allah itu dari pihak asing.
Makna Pemberian Kanaan dan
Pemilihan bagi Umat Israel
a.
Penggenapan Janji Allah
kepada Para Bapa Leluhur
Sejak
semula Allah telah memberikan tanah Kanaan kepada para bapa leluhur Israel.
Pertama kali Allah menjanjikan pemberian tanah Kanaan kepada Abraham, lalu
dilanjutkan kepada Ishak dan Yakub (Kej 26:3-4; 28:3-4; 13-15). Ketika Allah
memanggil Abraham dari tempat asalnya Ur-Kasdim, Allah berjanji akan menjadikan
keturunannya menjadi bangsa yang besar.[13]
Allah
menyatakan kepada para bapa leluhur untuk memberikan Kanaan kepada mereka dan
keturunannya. Abraham sebagai penerima janji yang pertama dari Allah itu,
meresponnya dengan positif yaitu dengan mengambil langkah meninggalkan tempat
kelahirannya. Tindakkan Abraham itu merupakan suatu hal yang tidak masuk akal
bagi kebanyakan orang, karena daerah asal Abraham merupakan daerah yang maju
dan makmur pada masa itu. Abraham tidak mempertanyakan perintah Allah yang
menyuruhnya untuk pergi dari negerinya dan dari sanak saudaranya, lalu masuk ke
suatu negeri asing yang akan Allah berikan kepadanya (Kej 12:1).[14]
Abraham mentaati perintah Allah itu dan menerima janji Allah dengan sepenuh
hatinya, sehingga Abraham dikatakan sebagai Bapa orang beriman.
Semasa hidupnya
Abraham harus terus mengembara sebagai orang asing di negeri orang. Abraham
hanya memiliki goa Makhpela yang menjadi tempat pemakaman bagi dirinya dan
Sara. Janji Allah belum menjadi kenyataan bagi Abraham menurut pandangan
manusia. Abraham harus menunggu dengan sabar akan janji yang Allah ucapkan
kepada dirinya. Janji Allah kembali diulangi kepada Abraham dan Sara ketika
mereka sudah memasuki usia tua, di mana Allah menjanjikan kepada keturunannya
seluruh tanah Kanaan. Secara manusia hal itu tidak mungkin terjadi, bahkan Sara
mentertawakan janji Allah itu. Namun, Allah menegaskan bahwa seluruh tanah
Kanaan yang dilihat oleh Abraham mulai dari sebelah timur, barat, utara dan
selatan akan diberikan kepada keturunannya (Kej 13:14-15). Janji Allah mulai
Abraham rasakan secara nyata, takala Allah mengaruniakan seorang anak kepada
Abraham dan Saradimasa tuanya.[15]
Ketika Allah
membuat perjanjian dengan Abraham untuk menjadikan keturunannya seperti pasir
di laut dan bintang di langit, Allah tidak menentukan kapan batas waktu
penggenapan dari janji tersebut. Umat Israel sebagai keturunan dari Abraham
terhisab ke dalam perjanjian yang Allah buat kepada para bapa leluhur mereka.
Umat Israel meneguhkan eksistensi kebangsaan mereka, ketika umat itu melakukan
penaklukkan terhadap Kanaan, hal itu terjadi sebagai bagian dari respon umat
Israel terhadap penggenapan Janji Allah. Penggenapan janji Allah belum berakhir
takala mereka memasuki dan menguasai Kanaan, tetapi Allah menjadikan hubungan
antara diri-Nya dengan umat Israel sebagai suatu gambaran atau contoh bagi umat
manusia secara keseluruhan, bahwa Allah mengasihi makhluk ciptaan-Nya. Janji
Allah baru akan berakhir, ketika kerajaan Allah di bumi sudah tercipta seperti
yang digambarkan di dalam kitab Wahyu (Why 21:1-22:5).[16]
Jadi, janji Allah
kepada Abraham untuk menjadikan keturunannya menjadi bangsa yang besar dan
memberikan tanah Kanaan sebagai tempat kediaman mereka, bukanlah sesuatu yang
instan, namun memerlukan proses yang lama dan panjang dari pihak Abraham sebagai
penerima janji tersebut. Akan tetapi yang perlu dipahami adalah janji Allah itu
tidak terbatas pada pemberian Kanaan secara harafiah saja, namun janji Allah
itu terutama menyangkut hal keselamatan, yang berlaku tidak hanya untuk umat
Israel secara lahiriah, tetapi Israel rohani juga menerima janji Allah itu,
yaitu mendapatkan tempat di dalam langit dan bumi yang baru.
b.
Israel menjadi Umat Allah
Umat
Isarel sudah menjadi umat Allah pada saat Allah membebaskan mereka dari
perbudakan di Mesir. Berkat tindakan Allah yang berkuasa, umat Isarel menjadi
bangsa yang merdeka, suatu persekutuan yang terdiri dari orang-orang yang
merdeka. Perbuatan Allah yang telah membebaskan umat Israel dari perbudakan
merupakan penyebab dari kelahiran Israel sebagai umat Allah. Allah telah
membebaskan Israel dari rasa takut terhadap manusia menjadi percaya atau takut
kepada Allah.
Perbuatan
Allah tidak hanya menyangkut umat Israel sebagai keseluruhan, tidak hanya
menuntut dan membangkitkan kepercayaan kepada Allah yang membebaskan secara
keseluruhan. Akan tetapi Allah menciptakan persekutuan umat Israel sebagai
orang-orang merdeka. Terhadap persekutuan ini, dituntut dan dibangkitkan-Nya
pengakuan. Umat Allah bersifat persekutuan dan persaudaraan dan pengakuannya
terhadap kemerdekaan tiap-tiap anggotanya menjadi salah satu tanda kehidupan
umat Israel, dengan mengakui kemerdekaan semua anggotanya, Isarel menjadi
merdeka dengan sesungguhnya, dengan demikian mereka lahir sebagai umat Allah.[17]
Ketika umat Israel
menjadi umat Allah, hal itu berarti mereka mengabdi dan melayani sebagai hamba
Allah. Tujuan Allah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir adalah supaya
umat Israel dapat beribadah kepada Allah tanpa adanya halangan dan Allah tidak
mau umat-Nya menjadi milik pihak lain. Umat Israel diperintahkan oleh Allah
untuk beribadah hanya kepada Allah saja, karena Allah sudah membebaskan,
menyelamatkan,menebus mereka.[18]
Allah menghendaki
umat Israel menjadi suatu bangsa yang berbeda dengan bangsa-bangsa di
sekitarnya. Umat Israel diharapkan untuk menunjukkan iman mereka kepada Allah
dengan ketaatan yang penuh rasa syukur, dan Allah menjanjikan kepada umat
Israel bahwa kepatuhan kepada hukum-hukum Allah akan menjamin keberhasilan
mereka (Ul 6:3). Allah telah memilih umat Israel untuk menjadi saksi-Nya dan
melalui mereka banyak bangsa akan diberkati.[19]
Jika dilihat dari
sudut pandang manusia yang berdosa, tindakan Allah seakan-akan sangat kejam
dengan perbuatan-Nya yang memberikan tanah Kanaan kepada umat Israel, kemudian
Allah memerintahkan untuk memusnahkan orang-orang yang tinggal didalamnya.
Perbuatan Allah itu seolah-olah tidak memiliki kasih kepada manusia yang lain.
Namun, hal itu tidaklah benar karena Allah telah memberikan kesempatan kepada
orang-orang Kanaan untuk bertobat tetapi mereka tidak mau, bahkan kejahatan
mereka semakin menjadi (Kej 15:16). Umat Israel pun harus menunggu lama untuk
menerima janji Allah itu, bahkan mereka harus menjadi bangsa yang di jajah oleh
bangsa lain selama kurang lebih 400 tahun (Kej 15:13), dan mereka menjadi pengembara
selama 40 tahun lamanya untuk bisa masuk ke dalam tanah Kanaan.
Perbuatan Allah
itu bukan tanpa sebab yang jelas, tetapi ada tujuannya. Allah memberikan
kesempatan kepada orang-orang Kanaan untuk menyadari kesalahan mereka dan di
sisi yang lain hal itu bertujuan untuk memurnikan iman umat Israel sebagai umat
pilihan-Nya. Umat Israel sebagai umat pilihan Allah, ketika mereka memasuki
tanah Kanaan secara tidak langsung mereka pasti melihat dan bersentuhan dengan
kebudayaan, serta adat istiadat orang-orang Kanaan yang sudah ada sebelumnya.
Hal itu sedikit banyak bisa mempengaruhi iman umat Israel yang masih labil, sehingga
mereka bisa terbawa menyimpang kepada penyembahaan terhadap para dewa (Baal)
yang dipercayai oleh orang Kanaan. Oleh karena itu, Allah tidak mau hal
tersebut sampai terjadi karena Allah menginginkan umat Israel bisa tampil beda
di dalam sikap kehidupan mereka sehari-hari sebagai umat Allah. Selain itu,
karena kejahatan orang-orang Kanaan sudah sangat besar, maka Allah memakai umat
Israel sebagai instrumen-Nya untuk menghukum mereka dengan memberikan perintah
untuk memusnahkan orang-orang Kanaan (Yos 6:17). Allah ingin menjadikan Kanaan
lama menjadi Kanaan baru dengan umat pilihan-Nya yang sudah dimurnikan yang diharapkan
selalu memuji dan menyembah nama-Nya, sehingga dapat menjadi contoh bagi
bangsa-bangsa lainnya.
Jadi, identitas
Israel sebagai umat Allah menjadikan mereka lain dari bangsa-bangsa di
sekitarnya. Status khusus mereka sebagai umat Allah terus diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Status Israel sebagai umat Allah telah
menjadikan mereka eklusif, sehingga mereka menganggap rendah bangsa-bangsa
lainnya. Padahal Allah menjadikan mereka umat-Nya dengan tujuan supaya umat
Israel dapat menyalurkan berkat Allah kepada bangsa lain, melalui ibadah,
persekutuan dan kesaksian hidup sebagai umat pilihan-Nya. Tugas yang diemban
oleh umat Israel sebenarnya sangat berat, karena Allah menuntut ketaatan mutlak
dari mereka sebagai umat pilihan-Nya. Dalam kenyataannya, umat Israel telah
gagal dalam tugas yang diberikan oleh Allah itu. Umat Israel lebih sibuk
mengurus diri mereka sendiri dan bersikap pasif dalam rencana besar Allah untuk
mendatangkan kerajaan damai di dunia ini.
Korelasi dengan Kehidupan
Orang Percaya Masa Kini
Pemilihan
umat Israel sebagai umat Allah tidak terbatas pada pemberian tanah perjanjian
atau Kanaan saja, tetapi menyangkut juga akan hal keselamatan. Perbuatan Allah
yang ajaib itu dapat terlihat dari medan sejarah umat Israel, di mana perbutan
Allah yang terus menerus menyertai umat Israel. Rentetan perbuatan Allah yang
ajaib itu terpapar dengan jelas di dalam Perjanjian Lama, tetapi rentetan itu
terkadang tidak berurut atau bersambung, karena ketika Allah membuat janji,
maka saat itu juga Allah menggenapinya. Akan tetapi rentetan perbuatan Allah
itu bisa dilihat dari peristiwa penciptaan dunia, dilanjutkan dengan pemilihan
para bapa leluhur (Kel 2:24; Im 26:42), kemudian adanya peristiwa keluaran di
Mesir (Am 3:1; Hos 11:1), lalu perjalanan di padang gurun (Ul 32:10; Yer 3:2),kemudian
penyataan Allah di gunung Sinai (Mzm 50:81), dilanjutkan dengan pemberian tanah
Kanaan (Yes 5:1-7), disambung dengan pemilihan Sion atau Daud (Mzm 89).[20]
Allah
menginginkan ketaatan yang mutlak dari umat Israel sebagai umat pilihan-Nya.
Allah memilih Israel untuk menjadi umat-Nya dengan tujuan supaya mereka dapat
menjadi sarana bagi perpanjangan tangan Allah dalam memberkati bangsa-bangsa
lain. Namun, umat Israel telah gagal di dalam tugas mereka sebagai umat Allah.
Berulang kali Alkitab mencatat, jika umat Israel selalu mendukakan hati Allah,
bahkan mereka sering kali menyimpang dari Allah. Ketika, umat Israel menyimpang
dari Allah, maka mereka pun mendapatkan hukuman dari Allah. Terakhir Alkitab
mencatat, bahkan sejarah dunia pun menyaksikan, bagaimana Allah menghukum umat Israel
ke dalam pembuangan negeri asing, terpisah jauh dari tanah kelahirannya.
Hukuman Allah itu bertujuan supaya mereka menyadari kesalahannya kemudian bertobat
kembali kepada Allah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Allah itu maha kasih
terhadap umat-Nya. Dampak dari kegagalan Israel sebagai umat pilihan-Nya, yaitu
berkat keselamatan tidak lagi hanya milik bangsa Israel, namun Allah
membagikannya juga kepada bangsa-bangsa lain.
Satu
pertanyaan timbul dari kegagalan bangsa Israel di dalam menjalankan tugasnya
sebagai umat Allah adalah apakah Israel tetap menjadi bangsa pilihan Allah dan
apakah janji Allah atas mereka dibatalkan? Jawaban dari pertanyaan tersebut yaitu,
bahwa Allah tidak pernah membatalkan perkataan-Nya karena sifat Allah itu
adalah setia. Israel tetap menjadi umat Pilihan Allah dan berkat Allah tetap
tercurah atas mereka, seperti yang dijanjikan-Nya kepada Abraham, bahwa Allah
akan menjadikan keturunannya menjadi bangsa yang besar, dan melaluinya banyak
bangsa akan diberkati (Kej 12:2-3). Namun, itu berkaitan dengan berkat Allah
secara jasmani, sedangkan berkat keselamatan tidak lagi menjadi milik Israel
sepenuhnya karena mereka telah menolak keselamatan itu sendiri yaitu dengan
tidak mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Akan tetapi,
berkat keselamatan tetap bisa diperoleh oleh orang-orang Israel tetapi tidak
lagi melalui status mereka sebagai bangsa pilihan, namun secara pribadi lepas
pribadi sama seperti orang-orang yang bukan berasal dari keturunan bangsa
Israel.
Perbuatan
Allah yang maha kasih itu, tidak hanya berlaku bagi bangsa Israel saja, tetapi
juga hal itu berlaku bagi setiap orang percaya saat ini. Sebab orang percaya juga
adalah keturunan dari Abraham karena Abraham adalah bapa orang beriman. Orang
percaya merupakan keturunan Abraham, tetapi bukan keturunan secara lahiriah,
namun secara rohani. Di dalam 2 Kor 5:17 mengatakan, bahwa orang yang hidup di
dalam Kristus adalah ciptaan baru. Hal tersebut dimaksudkan bagi semua orang
tidak terkecuali mereka yang berasal dari keturunan Israel secara lahiriah.
Sebab rencana keselamatan Allah tidak terbatas hanya pada Israel secara
lahiriah saja, namun bagi setiap orang yang percaya di dalam Kristus. Kristus
Yesus merupakan jembatan yang menghubungan orang percaya dengan Allah, sehingga
berkat keselamatan bisa dinikamati juga oleh semua orang dari semua bangsa dan
bahasa, asalkan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat (Yoh
14:6). Seperti yang Tuhan Yesus katakan bahwa Dia pergi untuk mempersiapkan
tempat bagi orang-orang percaya kerena di rumah Bapa-Nya banyak tempat (Yoh
14:2).
3.
Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan di atas tradisi pemberian tanah Kanaan dan pemilihan dalam
kepercayaan Israel terjadi secara bersamaan. Ketika, umat Israel dibawa keluar
dari tanah Mesir menuju tanah Kanaan, pada saat itu juga umat Israel lahir
menjadi umat Allah. Status Israel sebagai umat Allah menjadikan mereka lebih
dari bangsa lain, dan dengan status tersebut umat Israel seharusnya menjadi
perpanjangan tangan Allah dalam menyalurkan berkat kepada bangsa-bangsa lain.
Hal itu bukan berarti Allah tidak sanggup untuk secara langsung memberkati
bangsa-bangsa lainnya, tetapi Allah menginginkan peran aktif dari umat-Nya
untuk mengambil bagian dalam rencana besar-Nya atas dunia ini yaitu,
mendatangkan kerajaan Allah.
Akan
tetapi pada pelaksanaannya, umat Israel telah gagal di dalam menjalankan tugas
yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Umat Israel sering kali menyimpang
dari Allah dan sikap kehidupan mereka sama seperti bangsa-bangsa di sekitarnya.
Setiap tindakan pasti ada konsekuensinya, begitu juga dengan tindakkan umat
Israel yang sering mendukakan hati Allah dan telah gagal di dalam menjalankan
tugasnya, maka Allah mengambil hak istimewa keselamatan dari bangsa itu dan
membagikannya kepada semua orang dari semua bangsa dan bahasa yang ada di dunia
ini.
Kepustakaan
Badudu, J.S &
Sutan M. Zain. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Barth, Christoph. Theologia Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2006.
Barth,
Christoph & Marie-Claire Barth-Frommel. Teologia
Perjanjian Lama 1, edisi revisi. Jakarta: BPK. Gunung
Mulia, 2010.
Barth, Christoph. Theologia Perjanjian Lama 2. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001.
Handbook
to the Bible. Bandung: Kalam Hidup, 2002.
Jagersma,
H. Dari Aleksander Agung Sampai Bar
Kohkba, Sejarah Israel dari ± 330 SM – 135 M. Jakarta: BPK. Gunung Mulia,
2001.
Packer,
J.I., Merrill C. Tenney, & William White, Jr. Ensiklopedia Fakta Alkitab, Vol.1. Malang: Gandum Mas, 2003.
Rad, von Gerhard. Old Testament Theology Vol. 1. New York: Harper & Row
Publishers, 1962.
Zuck, Roy B. (Ed).A Biblical Theology of The Old Testament.
Malang: Gandum Mas, 2005.
[1] Mahasiswa STT Cipanas NIM: 130095
[2]J.S. Badudu & Sutan M. Zain, Kamus
Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996) 1531.http://sttsappi.blogspot.co.id/
[3] Ibid, 169.
[4] Ibid, 1062
[5] J.I. Packer, Merrill C. Tenney, & William White, Jr, Ensiklopedia Fakta Alkitab, Vol.1
(Malang: Gandum Mas, 2003) 353.
[7] Christoph Barth, Theologia
Perjanjian Lama 2 (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001) 29.
[8] Ibid, 31.
[9] Ibid, 32.
[10] Ibid, 35.
[11] Roy B. Zuck (Ed), A Biblical
Theology of The Old Testament (Malang: Gandum Mas, 2005) 190.
[12] Ibid, 40.
[13] Christoph Barth & Marie-Claire Barth-Frommel, Theologia Perjanjian Lama 1, edisi revisi
(Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2010)106.
[14] J.I. Packer, Merrill C. Tenney, &William White, Jr, Ensiklopedia Fakta Alkitab, Vol.1
(Malang: Gandum Mas, 2003) 355.
[15]Barth, Theologia Perjanjian
Lama 1, edisi revisi, 106.
[16] Zuck (Ed), A Biblical
Theology of The Old Testament, 188-189.
[17]Barth, Theologia Perjanjian
Lama 1, edisi revisi, 135-136.
[18]Ibid, 142.
[19] Packer, Ensiklopedia Fakta
Alkitab, Vol.1, 359.
[20] C. Barth, Theologia
Perjanjian Lama 1 (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2006)23.